Fan Pertama: Ilmu Ma’ani
عِلْمٌ بِهِ لِمُقْتَضَى الْحَالِ يُرَى * لَفْظًا مُطَابِقًا. وفِيْهِ ذُكِرَا
ilmu yang digunakan untuk melihat lafaz yang sesuai dengan keadaan. dan di dalam ilmu itu diterangkan
إِسْنَادٌ مُسْنَدٌ إِلَيْهِ مُسْنَدُ * ومُتَعَلِّقَاتُ فِعْلٍ نُوْرَدُ
الْحُكْمُ بِالسَّلْبِ أَوِ الْإِيْجَادِ * إِسْنَادُهُمْ، وقَصْدُ ذِي الْخِطَابِ
إِفَادَةُ السَّامِعِ نَفْسَ الْحُكْمِ * أَوْ كَوْنَ مُخْبِرٍ بِهِ ذَا عِلْمٍ
Isnad ahli balaghah adalah memberi hukum meniadakan atau menetapkan. Adapun tujuan orang yang bicara ialah memberi informasi kepada pendengar suatu ketetapan atau memberitahu bahwa pembicara pun mengetahui
فَأَوَّلٌ فَائِدَةٌ والثَّانِيْ * لَازِمُهَا عِنْدَ ذَوِي الْأَذْهَانِ
Maka yang pertama itu faedah, dan yang kedua kepastian faedah menurut orang-orang yang berakal
ورُبَّمَا أُجْرِيَ مَجْرَى الْجَاهِلِ * مُخَاطَبٌ إِنْ كَانَ غَيْرَ عَامِلِ
Dan terkadang lawan biara diperlakukan seperti orang bodoh jika ia tidak melakukan
كَقَوْلِنَا لِعَالِمِ ذِيْ غَفْلَةٍ * الذِّكْرُ مِفْتَاحُ لِبَابِ الْحَضْرَةِ
Seperti ucapan kita kepada orang ‘alim yang lupa: Zikir itu kunci ke pintu hadirat Allah
فَيَنْبَغِي اقْتِصَارُ ذِي الْأَخَبَارِ * عَلَى الْمُفِيْدِ خَشْيَةَ الْإِكْثَارِ
maka harus meringkas kabar, karena takut kebanyakan
فَيُخْبِرُ الْخَالِيْ بِلَا تَوْكِيْدٍ *مَا لَمْ يَكُنْ فِي الْحُكْمِ ذَا تَرْدِيْدٍ
Maka Ia mengabari orang yang masih kosong dengan tanpa penguat. Selama ia tidak mempunyai keraguan dalam hukum.
فَحَسَنٌ. ومُنْكِرُ الْأَخَبَارِ * حَتْمٌ لَهُ بِحَسَبِ الْإِنْكَارِ
(Kalau mukhathab ragu) maka bagus. Dan orang yang mengingkari berita, maka wajib memakai penguat dengan memperhitungkan keingkarannya
كَقَوْلِهِ إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُوْنَ * فَزَادَ بَعْدُ مَا اقْتَضَاهُ الْمُنْكِرُوْنَ
Seperti firman Allah: Sesungguhnya kami diutus kepada kamu sekalian. lalu Allah sesudah itu menambah penguat yang sesuai dengan keingkarannya
واسْتُحْسِنَ التَّأْكِيْدُ إِنْ لَوْحَتْ لَهُ * بِخَبَرٍ كَسَائِلٍ فِي الْمَنْزِلَةْ
Dan dianggap baik memakai penguat, jika kamu mengisyaratkan akan penguat itu kepada lawan bicara, sebab ada kabar yang pada derajatnya seperti orang bertanya.”
Maksudnya: dianggap baik memakai alat penguat dalam menyampaikan berita kepada khālī-dzihni. Bila ia memperlihatkan sikap bertanya atau tanda-tanda keraguan.
والْحَقُوْا أَمَارَةَ الإنكار بِهِ * كَعَكْسِهِ لِنُكْتَةٍ لَمْ تَشْتَبِهْ
“Dan ulama menyamakan akan tanda-tanda ingkar kepada ingkar, demikian sebaliknya yaitu yang mungkir dianggap mengaku, sebab ada tandanya masing-masing.”
قَصْرٌ وإِنْشَاءٌ وفَصْلٌ وَصْلٌ أَوْ * إِيْجَازٌ إِطْنَابٌ مُسَاوَاةٌ رَأَوْ
Isnad, Musnad ilaih, Musnad, hubungan-hubungan fiil, Qashar, Insya’, Fashl dan Washal, Ijaz, ithnab dan Musawah. Yang telah dilihat Para ulama.
الْبَابُ الْأَوَّلُ: أَحْوَالُ الْإِسْنَادِ الْخَبَرِيِّ
Bab pertama: keadaan isnād khabarī
Isnad ahli balaghah adalah memberi hukum meniadakan atau menetapkan. Adapun tujuan orang yang bicara ialah memberi informasi kepada pendengar suatu ketetapan atau memberitahu bahwa pembicara pun mengetahui
Maka yang pertama itu faedah, dan yang kedua kepastian faedah menurut orang-orang yang berakal
Dan terkadang lawan biara diperlakukan seperti orang bodoh jika ia tidak melakukan
Seperti ucapan kita kepada orang ‘alim yang lupa: Zikir itu kunci ke pintu hadirat Allah
maka harus meringkas kabar, karena takut kebanyakan
Maka Ia mengabari orang yang masih kosong dengan tanpa penguat. Selama ia tidak mempunyai keraguan dalam hukum.
(Kalau mukhathab ragu) maka bagus. Dan orang yang mengingkari berita, maka wajib memakai penguat dengan memperhitungkan keingkarannya
Seperti firman Allah: Sesungguhnya kami diutus kepada kamu sekalian. lalu Allah sesudah itu menambah penguat yang sesuai dengan keingkarannya
Dan penguat dianggap baik, jika kamu mengisyaratkan akan penguat itu kepada lawan bicara, sebab ada kabar yang pada derajatnya seperti orang bertanya
“Dan ulama menyamakan akan tanda-tanda ingkar kepada ingkar, demikian sebaliknya yaitu yang mungkir dianggap mengaku, sebab ada tandanya masing-masing
isim dapat ditaukidi dengan qosam, qod, inna, lam ibtida dan nun taukid
Nafi itu seperti isbat dalam bab ini, berlaku atas tiga nama
dengan in, kana, lam, ba’ dan qosam. Seperti ma jalisil fasiqin bil amin (teman duduk orang-orang fasik itu tidak aman)
فَصْلٌ فِي الإسْنَادِ العَقْلِي
Fasal tentang isnad aqli
ولحقيقةٍ مجازٍ وردا * للعقلِ منسوبين، أمّا المُبتدا
Haqikah dan majaz keduanya berlaku dalam keadaan disandarkan pada akal, adapun yang pertama adalah
إسنادُ فِعْلٍ أو مُضاهيهِ إلى * صاحِبِهِ كَفاز من تَبَتَّلا
menyandarkan fiil atau yang menyerupai fiil pada pemiliknya seperti faza man tabattala (bahagia orang yang beribadah
أقسامُه مِنْ حيثُ الاعتقادُ * وواقعٌ أربعةٌ تفادُ
Pembagiannya dan segi keyakinan dan keyataan itu ada empat
والثانِ أَنْ يُسْنَد للملابَسِ * ليسَ لَهُ يُبْنى كَـ”ثوبٍ لابِسِ”
yang kedua adalah menyandarkan fiil kepada mulabas (pendekat) yang peletakannya tidak untuknya, seperti saubun labisu (pakaian yang memakai)
أقسامُه بِحَسَبِ النَّوْعَيْنِ فيْ * جُزْأيهِ أَرْبَعٌ بلا تَكَلُّفِ
pembagiannya menurut dua macamnya dalam dua bagiannya itu empat, tanpa keberatan
وَوَجَبَتْ قرينةٌ لفظيَّةْ * أَوْ معنَوِيَّةٌ وَإِنْ عادِيَّةْ
Dan wajib qorinah lafdziyah atau maknawiyah walaupun adiyah
الْبَابُ الثَّانِي: فِي الْمُسْنَدِ إِلَيْهِ
Bab II: Tetang Musnad Ilaih
يُحْذَفُ لِلْعِلْمِ وَ لِلاخْتِبَارِ * مُسْتَمِعٍ وَ صِحَّةِ الْإِنْكَارِ
“Musnad ilaih boleh dibuang karena telah diketahui, menguji, dan pengesahan terhadap keingkaran.”
سِتْرٍ وَ ضِيْفٍ فُرْصَةٍ إِجْلَالٍ * وَ عَكْسِهِ وَ نَظْمِ اسْتِعْمَالِ
“Menutupi dan karena sempitnya kesempatan serta pengagungan, dan sebaliknya itu serta penggunaan dalam nazham (sajak)
كَحَبَّذَا طَرِيْقَةُ الصُّوْفِيَّةْ * تَهْدِيْ إِلَى الْمَرْتَبَةِ الْعَلِيَّةْ
seperti: Habbadza huwa thoriiqatush Shuufiyah.”
وَ اذْكُرْهُ لِلْأَصْلِ وَ الْإِحْتِيَاطِ * غَبَاوَةٍ إِيْضَاحٍ إِنْبِسَطِ
“sebutlah musnad ilaih karena: Keaslian, keberhati-hatian, lemah pendengaran, memperjelas dan untuk memperluas.”
تَلَذُّذٍ تَبَرُّكٍ إِعْظَامٍ * إِهَانَةٍ تَشَوُّقٍ نِظَامِ
“Karena keenakan mengucapkannya, guna mengambil berkah, karena menaruh hormat (takzim), penghinaan, kerinduan, kedaruratan nazham atau sajak
تَعَبُّدٍ تَعَجُّبٍ تَهْلِيْلٍ * تَقْرِيْرٍ أَوْ إِشْهَادٍ أَوْ تَسْجِيْلٍ
peribadatan, kekaguman, mempertakuti, pernyataan (penetapan), kesaksian dan pencatatan.”
وَكَوْنُهُ مُعَرَّفًا بِمُضْمَرِ* بَحَسَبِ الْمَقَامِ فِي النَّحْوِ دُرِي
“Adapun musnad ilaih dima’rifatkan dengan isim dhamir, karena memperhitungkan tempatnya sebagai telah diketahui dalam ilmu nahwu.”
وَالْأَصْلُ فِي الْمُخَاطَبِ التَّعْيِينُ * وَالتَّرْكُ لِلشُّمُولِ مُسْتَبِينُ
“Adapun asal dalam kalimat-mukhathab itu adalah ta’yin (penentuan/kepastian), dan terhadap yang sudah jelas maksudnya dibiarkan tetap mencakup umum.”
وَكَوْنُهُ بِعَلَمٍ لِيَحْصُلَا * بِذِهْنِ سَامِعٍ بِشَخْصٍ أَوَّلَا
تَبَرُّكٍ تَلَذُّذٍ عِنَايَةِ * إِجْلَالٍ اوْ إِهَانَةٍ كِنَايَةِ
musnad ilaih dengan isim alam agar menghasilkan kesan pertama dalam perhatian pendengar dengan jalan membawakan nama seseorang, supaya mendapatkan berkah, keenakan dalam membicarakannya, mendapatkan dukungan, ‘pengagungan atau penghinaan dan kinayah.
وَكَوْنُهُ بِالْوَصْلِ لِلتَّفْخِيمِ * تَقْرِيرٍ اوْ هُجْنَةٍ اوْ تَوْهِيمِ
إِيمَاءٍ اوْ تَوَجُّهِ السَّامِعِ لَهْ * أَوْ فَقْدِ عِلْمِ سَامِعٍ غَيْرَ الصِّلَهْ
musnad ilaih dengan isim maushul untuk Suatu kehebatan atau kedahsyatan, pernyataan atau pengongkretan tujuan, memandang jijik, dugaan kesalahan, pengisyaratan, penghadapan jiwa pendengar, ketidaktahuan pendengar selain silah maushulnya.”
وَبِإِشَارَةٍ لِكَشْفِ الْحَالِ * مِنْ قُرْبٍ اوْ بُعْدٍ وِلِاسْتِجْهَالِ
أَوْ غَايَةِ التَّمْيِيزِ وَالتَّعْظِيمِ * وَالْحَطِّ وَالتَّنْبِيهِ وَالتَّفْخِيمِ
Musnad ilaih dengan menggunakan isim isyarat, dimaksudkan untuk mengungkap keadaan, dekatnya dan jauhnya, memandang bodoh, atau untuk tujuan pembedaan, untuk mengagungkan, menghinakan, pemberitahuan dan lebih mengagungkan
وَكَوْنُهُ بِاللَّامِ فِي النَّحْوِ عُلِمْ * لَكِنَّ الِاسْتِغْرَاقَ فِيهَا مُنْقَسِمْ
إِلَى حَقِيقِيٍّ وَعُرْفِيٍّ وَفِي * فَرْدٍ مِنَ الْجَمْعِ أَعَمُّ فَاقْتَفِي
musnad ilaih dengan —menggunakan lam ta’rif sudah jelas dapat diketahui dalam ilmu Nahwu juga, tetapi istighraq itu terbagi menjadi hakikat dan urfi. Sedangkan dalam kalimat mufrad harus diketahui lebih umum dari kalimat jamak!
وَبِالْإِضَافَةِ لِحَصْرٍ وَاخْتِصَارْ * تَشْرِيفِ أَوَّلٍ وَثَانٍ وَاحْتِقَارْ
تَكَافُؤٍ سَآمَةٍ إِخْفَاءِ * وَحَثٍّ اوْ مَجَازٍ اسْتِهْزَاءِ
Musnad ilaih dengan idhafah untuk: Mencakup semua, mempersingkat, memuliakan mudhaf, memuliakan mudhaf ilaih, menghinakan mudhaf dan mudhaf ilaih, membalas, bosan, menyamakan, menganjurkan, atau idhafah menyimpan majaz dan memperolok-olokkan
وَنَكَّرُوا إِفْرَادًا اوْ تَكْثِيرَا * تَنْوِيعًا اوْ تَعْظِيمًا اوْ تَحْقِيرَا
كَجَهْلٍ اوْ تَجَاهُلٍ تَهْوِيلِ * تَهْوِينٍ اوْ تَلْبِيسٍ اوْ تَقْلِيلِ
Orang arab menakirahkan musnad ilaih —dengan maksud-: Memencilkan, menganggap banyak, menganggap bermacam-macam, mengagungkan, menghinakan, sebab bodoh atau berpura-pura bodoh, menakut-nakuti, menyenangkan, menyamarkan, dan memperkecil.”
وَوَصْفُهُ لِكَشْفٍ اوْ تَخْصِيصِ * ذَمٍّ ثَنَا تَوْكِيدٍ اوْ تَنْصِيصِ
“Penyifatan —musnad ilaih adalah dimaksudkan untuk membuka perhatian, menentukan suatu pengkhususan, mencela, memuji, penguatan dan pengnashan (memberikan penjelasan).”
وَأَكَّدُوا تَقْرِيرًا اوْ قَصْدَ الْخُلُوصْ * مِنْ ظَنِّ سَهْوٍ أَوْ مَجَازٍ أَوْ خُصُوصْ
Orang arab mentaukidi untuk menguatkan, atau dengan tujuan terhindar dari prasangka lupa atau majaz atau khusus
وَعَطَفُوا عَلَيْهِ بِالْبَيَانِ * بِاسْمٍ بِهِ يَخْتَصُّ لِلْبَيَانِ
Para ulama ahli ma‘ani telah mengathafkan musnad ilaih dengan athaf bayan, maksudnya untuk menjelaskan dengan isim yang mengkhususkan
وَأَبْدَلُوا تَقْرِيرًا اوْ تَحْصِيلَا * وَعَطَفُوا بِنَسَقٍ تَفْصِيلَا
لِأَحَدِ الْجُزْأَيْنِ أَوْ رَدًّا إِلَى * حَقٍّ وَصَرْفَ الْحُكْمِ لِلَّذِي تَلَا
وَالشَّكِّ وَالتَّشْكِيكِ وَالْإِبْهَامِ * وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأَحْكَامِ
“Para ulama ahli ma’ani telah menjadikan badal dari musnad ilaih untuk tujuan: Penetapan dan menghasilkan. Mereka (para ulama) telah mengathafkan dengan athaf nasaq untuk tujuan: Memerinci salah satu dari kedua bagian (juz) atau menolak mengembalikan pada yang benar dan memindahkan kedudukan hukum cari suatu perkara ke perkara yang berikutnya, keragu-raguan dan meragukan, membingungkan dan lain-lainnya daripada beberapa ketentuan
وَفَصْلُهُ يُفِيدُ قَصْرَ الْمُسْنَدِ * عَلَيْهِ كَـ(الصُّوفِيُّ هُوَّ الْمُهْتَدِي)
Adapun memisahkan musnad ilaih dari musnad dengan isim dhamir, maksudnya —adalah untuk meringkas/ mengkhususkan musnad ilaih itu bagi musnad saja, seperti: Ahli tasawuf itu betul-betul mendapat hidayah
وَقَدَّمُوا لِوَضْعٍ اوْ تَشْوِيفِ * لِخَبَرٍ تَلَذُّذٍ تَشْرِيفِ
وَحَطٍّ اهْتِمَامٍ اوْ تَنْظِيمِ * تَفَاؤُلٍ تَخْصِيصٍ اوْ تَعْمِيمِ
إِنْ صَحِبَ الْمُسْنَدَ حَرْفُ السَّلْبِ * إِذْ ذَاكَ يَقْتَضِي عُمُومَ السَّلْبِ
Orang arab mendahulukan musnad ilaih karena keasliannya, mengukuhkan berita dalam hati pendengar, enak mendahulukannya dan memultakan-musnad ilaih, merendahkan, mementingkan, darurat nazham —atau sajak-, mengharap berkah, mengkhususkan musnad ilaih bagi musnad, dan maksud umum kalau musnadnya menyertai huruf salab (nafi) sebab kalau begitu ia menuntut pada keumuman nafi (salab).”
فَصْلٌ: فِي الْخُرُوجِ عَنْ مُقْتَضَى الظَّاهِرِ
Pasal tentang keluar dari muqtadlo zahir
وَخَرَجُوا عَنْ مُقْتَضَى الظَّوَاهِرِ * كَوَضْعِ مُضْمَرٍ مَكَانَ الظَّاهِرِ
Orang arab keluar dari muqtadha zhahir, seperti meletakkan isim dhamir pada tempat isim zhahir
لِنُكْتَةٍ كَبَعْثٍ اوْ كَمَالِ * تَمْيِيزٍ اوْ سُخْرِيَةٍ إِجْهَالِ
Untuk bermacam-macam kegunaan, yaitu seperti: Membangkitkan, menyempurnakan perbedaan, menghinakan, menganggap tidak tahu
أَوْ عَكْسٍ اوْ دَعْوَى الظُّهُورِ وَالْمَدَدْ * لِنُكْتَةِ التَّمْكِينِ كَاللهُ الصَّمَدْ
Sebaliknya (menganggap tahu), mengaku jelas, menambah faedah untuk menetapkan musnad ilaih, seperti Allah itu Dzat tempat meminta
وَقَصْدِ الِاسْتِعْطَافِ وَالْإِرْهَابِ * نَحْوُ (الْأَمِيرُ وَاقِفٌ بِالْبَابِ)
agar disayangi dan menakut-nakuti, seperti: Raja itu berdiri di pintu
وَمِنْ خِلافِ الْمُقْتَضَى صَرْفُ مُرَادْ * ذِي نُطْقٍ اوْ سُؤْلٍ لِغَيْرِ مَا أَرَادْ
لِكَوْنِهِ أَوْلَى بِهِ وَأَجْدَرَا * كَقِصَّةِ الْحَجَّاجِ وَالْقَبَعْثَرَا
Dan sebagian dari yang menyalahi muqtadha zhahir, ialah: Memalingkan tujuan pembicara, atau tujuan penanya kepada selain tujuan yang dimaksudkan, yang dikehendaki, karena anggapan bahwa ialah yang paling tepat dan lebih baik diucapkan atau ditanyakan, seperti kisah Hujjaj dan Quba’tsara
وَالِالْتِفَاتُ وَهْوَ الِانْتِقَالُ مِنْ * بَعْضِ الْأَسَالِيبِ إِلَى بَعْضٍ قَمِنْ
iltifat ialah pindah dari satu uslub ke uslub yang lain
وَالْوَجْهُ الِاسْتِجْلابُ لِلْخِطَابِ * وَنُكْتَةٍ تَخُصُّ بَعْضَ الْبَابِ
kegunaannya ialah, untuk menarik perhatian pendengar, dan faedah lain yang khusus bagi sebagian bab
وَصِيغَةَ الْمَاضِي لِآتٍ أَوْرَدُوا * وَقَلَبُوا لِنُكْتَةٍ وَأَنْشَدُوا
Orang arab memakai sighat madi untuk yang telah datang, dan mereka membalik karena ada faedah, dan mereka menyayikan:
وَمَهْمَهٍ مُغْبَرَّةٍ أَرْجَاؤُهُ * كَأَنَّ لَوْنَ أَرْضِهِ سَمَاؤُهُ
“Adapun daerah padang pasir penuh dengan debu, seakan-akan tanahnya itu bagaikan langit.”
الْبَابُ الثَّالِثُ: الْمُسْنَدُ
Bab ketiga: Musnad
يُحْذَفُ مُسْنَدٌ لِمَا تَقَدَّمَا * وَالْتَزَمُوا قَرِينَةً لِيُعْلَمَا
Musnad dibuang karena alasan yang telah dikemukakan (dalam musnad ilaih) dan para ulama mewajibkan adanya Qarinah agar diketahui
وَذِكْرُهُ لِمَا مَضَى أَوْ لِيُرَى * فِعْلًا أَوِ اسْمًا فَيُفِيدَ الْمُخْبَرَا
Penyebutan Musnad karena alasan yang telah lewat, atau agar dilihat sebagai fiil atau isim dan memberi faedah pada yang dikabari
” وَأَفْرَدُوهُ لِانْعِدَامِ التَّقْوِيَهْ * وَسَبَبٍ كَـ(الزُّهْدُ رَأْسُ التَّزْكِيَهْ)
“Dan para ulama telah memufradkan musnad, karena tidak memberi faedah untuk menguatkan suatu hukum (yakni: Tidak dipergunakan untuk penetapan suatu hukum) dan bukan sababi, seperti: Zuhud itu adalah pokok kebersihan jiwa.”
وَكَوْنُهُ فِعْلًا فَلِلتَّقْيِيدِ * بِالْوَقْتِ مَعْ إِفَادَةِ التَّجْدِيدِ
musnad dengan fi’il untuk membatasi waktu serta berfaedah tajaddud.
وَكَوْنُهُ اسْمًا لِلْثُبُوتِ وَالدَّوَامْ * وَقَيَّدُوا كَالْفِعْلِ رَعْيًا لِلتَّمَامْ
Musnad dengan isim untuk (menunjukkan) tetap dan selamanya. Orang arab membatasi musnad seperti fiil untuk menjaga kesempurnaan kalam
وَتَرَكُوا تَقْيِيدَهُ لِنُكْتَةٍ * كَسُتْرَةٍ أَوِ انْتِهَازِ فُرْصَةٍ
mereka meninggalkan membatasi musnad karena alasan seperti: menutupi atau menggunakan kesempatan
وَخَصَّصُوا بِالْوَصْفِ وَالْإِضَافَهْ * وَتَرَكُوا لِمُقْتَضٍ خِلَافَهْ
Para ulama telah mengkhususkan musnad itu dengan sifat dan idhafat, dan adakalanya mereka meninggalkannya sebab ada yang menuntut (mengharuskan) pada kebalikan dari pengkhususan itu
وَكَوْنُهُ مُعَلَّقًا بِالشَّرْطِ * فَلِمَعَانِي أَدَوَاتِ الشَّرْطِ
musnad dihubungkan dengan syarat untuk mendapatkan makna-makna dari adat syarat
وَنَكَّرُوا إِتْبَاعًا اوْ تَفْخِيمَا * حَطًّا وَفَقْدَ عَهْدٍ اوْ تَعْمِيمَا
Orang arab menakirahkan musnad, untuk mengikutsertakan pada musnad ilaih, mengagungkan, merendahkan, tidak mengetahui dan atau bermaksud umum
وَعَرَّفُوا إِفَادَةً لِلْعِلْمِ * بِنِسْبَةٍ أَوْ لَازِمٍ لِلْحُكْمِ
Para ulama telah memakrifatkan musnad guna memberi faedah kepada pendengar, bahwa dia mengetahui akan nisbah, bahwa maksud musnad itu memang untuk musnad ilaih atau untuk mengetahui kelaziman hukum
وَقَصَرُوا تَحْقِيقًا اوْ مُبَالَغَهْ * بِعُرْفِ جِنْسِهِ كَـ(هِنْدُ الْبَالِغَهْ)
“Dan ulama mengqashar —pada musnad yang dima’rifatkan dengan maksud untuk menyatakan atau mubalaghoh, atau mengistimewakan dari pengenalan kebiasaan jenisnya, seperti: Hindun inilah yang sudah baligh
وَجُمْلَةً لِسَبَبٍ أَوْ تَقْوِيَهْ * كَـ(الذِّكْرُ يَهْدِي لِطَرِيقِ التَّصْفِيَهْ)
“Adapun musnad dengan —kalimat jumlah (baik ismiyah maupun fi’liyah) adalah karena menjadi sababi, dan karena untuk menguatkan hukum, seperti: Zikir itu menunjukkan ke jalan pembersihan (hati)
وَاسْمِيَّةُ الْجُمْلَةِ وَالْفِعْلِيَّهْ * وَشَرْطُهَا لِلنُّكْتَةِ الْجَلِيَّهْ
“Adapun —pembentukan musnad denganjumlah ismiyah dan fi’liyah beserta pensyaratannya itu, karena adanya faedah yang jelas
وَأَخَّرُوا أَصَالَةً وَقَدَّمُوا * لِلْقَصْرِ مَا بِهِ عَلَيْهِ يُحْكَمُ
Orang arab mengakhirkan musnad karena memang asalnya, dan mereka mendahulukan guna meringkaskan hukum masnad ilaih dengan masnad itu
تَنْبِيهٍ اوْ تَفَاؤُلٍ تَشَوُّفِ * كَـ(فَازَ بِالْحَضْرَةِ ذُو تَصَوُّفِ)
Untuk mengingat, merespons, rindu, seperti: orang tasawwuf mendapatkah hadrah
الْبَابُ الرَّابِعُ: فِي مُتَعَلَّقَاتِ الْفِعْلِ
Bab keempat: tentang hubungan-hubungan fiil
وَالْفِعْلُ مَعْ مَفْعُولِهِ كَالْفِعْلِ مَعْ * فَاعِلِهِ فِيمَا لَهُ مَعْهُ اجْتَمَعْ
fiil beserta maf’ulnya seperti fiil bersama failnya di dalam hal berkumpulnya fiil, fail dan maf’ul
وَالْغَرَضُ الْإِشْعَارُ بِالتَّلَبُّسِ * بِوَاحِدٍ مِنْ صَاحِبَيْهِ فَائْتَسِ
tujuannya ialah memberitahu mengenal pemakaian salah satu dari kedua teman fiil (fail dan maf’ul). ikutilah itu
وَغَيْرُ قَاصِرٍ كَقَاصِرٍ يُعَدّْ * مَهْمَا يَكُ الْمَقْصُودُ نِسْبَةً فَقَدْ
fiil bukan lazim bisa dianggap fiil lazim ketika yang dimaksud adalah hanya penisbatan
وَيُحْذَفُ الْمَفْعُولُ لِلْتَعْمِيمِ * وَهُجْنَةٍ فَاصِلَةٍ تَفْهِيمِ
مِنْ بَعْدِ إِبْهَامٍ وَالِاخْتِصَارِ * كَـ(بَلَغَ الْمُولَعُ بِالْأَذْكَارِ)
Maf’ul dibuang karena untuk mengumumkan, karena tidak pada biasanya menyebutnya, karena ujung kalimat (fashilah), yang memberi pemahaman sesudah kesamaran dan penyingkatan, seperti: Telah sampai orang yang bergembira dengan zikir-zikir
وَجَاءَ لِلتَّخْصِيصِ قَبْلَ الْفِعْلِ * تَهَمُّمٍ تَبَرُّكٍ وَفَصْلِ
maf’ul disebut sebelum fiil untuk pentakhsisan, memandang penting, mencari berkah dan fashilah (ujung kalimat)
وَاحْكُمْ لِمَعْمُولَاتِهِ بِمَا ذُكِرْ * وَالسِّرُّ فِي التَّرْتِيبِ فِيهَا مُشْتَهِرْ
Dan tetapkanlah hukum bagi ma’mul-ma’mul —lainnya-, sesuai dengan yang telah diterangkan, sedangkan rahasia di dalam menertibkan ma’mul-ma’mul itu sudah termasyhur.
الْبَابُ الْخَامِسُ:الْقَصْرُ
Bab kelima: Qasr
تَخْصِيصُ أَمْرٍ مُطْلَقًا بِأَمْرِ * هُوَ الَّذِي يَدْعُونَهُ بِالْقَصْرِ
menghususkan suatu perkara untuk perkara lainnya secara mutlak, ialah yang mereka sebutkan qashar
يَكُونُ فِي الْمَوْصُوفِ وَالأَوْصَافِ * وَهْوَ حَقِيقِيٌّ كَمَا إِضَافِي
qashar itu ada di maushuf (yang disifati) dan sifat, ialah yang disebut qashar haqiqi, seperti halnya qashar idhafi.
لِقَلْبٍ اوْ تَعْيِينٍ اوْ إِفْرَادِ * كَإِنَّمَا تَرْقَى بِالِاسْتِعْدَادِ
tujuan qashar ialah untuk membalikkan pendapat pendengar, menentukan atau menyendirikan, seperti: ‘Bahwasanya bisa naik derajat dengan persiapan yang sungguh-sungguh’.”
وَأَدَوَاتُ الْقَصْرِ إِلَّا إِنَّمَا * عَطْفٌ وَتَقْدِيمٌ وَمَا تَقَدَّمَا
alat qashar ialah: Ila, Innama, athaf, mendahulukan lafaz yang biasanya di belakang, dan yang telah dikemukakan dahulu (dalam musnad ilaih dan musnad)
الْبَابُ السَّادِسُ: فِي الْإِنْشَاءِ
Bab keenam tentang Insya
مَا لَمْ يَكُنْ مُحْتَمِلًا لِلصِّدْقِ * وَالْكَذِبِ الْإِنْشَا كَـ(كُنْ بِالْحَقِّ)
Yang tidak mengandung arti benar atau dusta, disebut insya seperti: bersamalah dengan kebenaran
وَالطَّلَبُ اسْتِدْعَاءُ مَا لَمْ يَحْصُلِ * أَقْسَامُهُ كَثِيرَةٌ سَتَنْجَلِي
thalab adalah mencari suatu yang belum berhasil. pembagiannya banyak, sebagaimana yang akan diutarakan nanti
أَمْرٌ وَنَهْيٌ وَدُعَاءٌ وَنِدَا * تَمَنٍّ اسْتِفْهَامٌ أُوتِيتَ الْهُدَى
yaitu: Amar, nahi, doa, tamanni dan istifham, tentu kamu diberi hidayah.
وَاسْتَعْمَلُوا كَلَيْتَ لَوْ وَهَلْ لَعَلْ * وَحَرْفَ حَضٍّ وَلِلِاسْتِفْهَامِ هَلْ
أَيٌّ مَتَى أَيَّانَ أَيْنَ مَنْ وَمَا * وَكَيْفَ أَنَّى كَمْ وَهَمْزٌ عُلِمَا
orang arab menggunakan seperti: laita, lau, hal, laallah dan huruf tahdhiidh. untuk istifham lafal: hal, ayun, mata, ayyana, aina, man, ma, kaifa, anna, kam, dan hamzah
وَالْهَمْزُ لِلتَّصْدِيقِ وَالتَّصَوُّرِ * وَبِالَّذِي يَلِيهِ مَعْنَاهُ حَرِي
Hamzah untuk tashdiq dan tashawwur dan makna hamzah pantas bagi lafal yang berikutnya
وَهَلْ لِتَصْدِيقٍ بِعَكْسِ مَا غَبَرْ * وَلَفْظُ الِاسْتِفْهَامِ رُبَّمَا عَبَرْ
لِأَمْرٍ اسْتِبْطَاءٍ اوْ تَقْرِيرِ * تَعَجُّبٍ تَهَكُّمٍ تَحْقِيرِ
تَنْبِيهٍ اسْتِعْبَادٍ اوْ تَرْهِيبِ * إِنْكَارِ ذِي تَوْبِيخٍ اوْ تَكْذِيبِ
Hal adalah-untuk tashdiq, kebalikan dari yang telah lalu. Dan adakalanya lafal istifham digunakan untuk perintah, melambatkan, menguatkan, takjub, mengolok-olok, menghina, peringatan, menganggap jauh, menakuti, mencela dengan hardikan, dan mendustakan
وَقَدْ يَجِي أَمْرٌ وَنَهْيٌ وَنِدَا * فِي غَيْرِ مَعْنَاهُ لِأَمْرٍ قُصِدَا
Adakalanya amar, nahi dan nida’ itu bukan dengan makna yang seharusnya.
وَصِيغَةُ الْأَخْبَارِ تَأْتِي لِلطَّلَبْ * لِفَأْلٍ اوْ حِرْصٍ وَتَصْدِيقٍ أَدَبْ
shighat khabariyah kadang untuk maksud thalab, karena berharap berkah atau menampakkan keinginan, mengharapkan lawan bicara (mukhathab) supaya membenarkan pihak pembicara (mutakallim) dan karena adab
الْبَابُ السَّابِعُ:الْفَصْلُ وَالْوَصْلُ
Bab ketujuh: Fasal dan wasal
اَلْفَصْلُ تَرْكُ عَطْفِ جُمْلَةٍ أَتَتْ * مِنْ بَعْدِ أُخْرَى عَكْسَ وَصْلٍ قَدْ ثَبَتْ
Fashol adalah meninggalkan meng-ataf-kan jumlah yang datang setelah jumlah yang lain, sebagai bentuk kebalikan dari washal yang telah tetap
فَافْصِلْ لَدَى التَّوْكِيدِ وَالْإِبْدَالِ * لِنُكْتَةٍ وَنِيَّةِ السُّؤَالِ
وَعَدَمِ التَّشْرِيكِ فِي حُكْمٍ جَرَى * أَوِ اخْتِلافٍ طَلَبًا وَخَبَرَا
وَفَقْدِ جَامِعٍ وَمَعْ إِيهَامِ * عَطْفٍ سِوَى الْمَقْصُودِ فِي الْكَلَامِ
Pisahkan ketika taukid dan ibdal, karena suatu faedah dan ingin pertanya; tidak ada perserikatan —antara kalimat yang pertama dengan kedua dalam hukum yang berlaku, atau berbeda antara kedua jumlah itu yakni: antara kalam tholab (insya’) dan kalam khabar. Dan —di antara dua jumlah itu terlepas dari jihad jami’ dan dengan adanya athaf dapat menimbulkan makna selain yang dimaksudkan dalam kalam itu.”
وَصِلْ لَدَى التَّشْرِيكِ فِي الْإعْرَابِ * وَقَصْدِ رَفْعِ اللَّبْسِ في الْجَوَابِ
وَفِي اتِّفَاقٍ مَعَ الِاتِّصَالِ * فِي عَقْلٍ اوْ فِي وَهْمٍ اوْ خَيَالِ
Washalkan ketika sama i’rabnya, bermaksud menghilangkan kekeliruan dalam jawaban, sesuai serta bersambung, baik menurut akal atau waham dan maupun khayal
وَالْوَصْلُ مَعْ تَنَاسُبٍ فِي اسْمٍ وَفِي * فِعْلٍ وَفَقْدِ مَانِعٍ قَدِ اصْطُفِي
Washal itu dipandang baik ketika terdapat penyesuaian (munasabah) dalam jumlah ismiyah dan fi’liyahnya, dan tidak ada penghalangnya
الْبَابُ الثَّامِنُ: الْإِيجَازُ وَالْإِطْنَابُ وَالْمُسَاوَاةُ
Bab kedelapan: Ijaz, Itnab dan Musawah
تَأْدِيَةُ الْمَعْنَى بِلَفْظِ قَدْرِهِ * هِيَ الْمُسَاوَاةُ كَـ(سِرْ بِذِكْرِهِ)
mengungkapkan makna dengan lafaz sesuai kadarnya, ialah musawah, seperti: Berjalanlah dengan mengingatnya
وَبِأَقَلَّ مِنْهُ إِيجَازٌ عُلِمْ * وَهْوَ إِلَى قَصْرٍ وَحَذْفٍ يَنْقَسِمْ
كَـ(عَنْ مَجَالِسِ الْفُسُوقِ بُعْدَا) * وَلا تُصَاحِبْ فَاسِقًا فَتَرْدَى
Dan dengan lafaz yang lebih sedikit dari pada makna disebut ijaz, dan ijaz itu dibagi pada: qashar dan hadzf (yakni: membuang sebagian), seperti: Jauhilah dari tempat-tempat duduk kefasikan kefasikan! Dan janganlah kamu bersahabat orang fasik, niscaya kamu menjadi rusak.”
وَعَكْسُهُ يُعْرَفُ بِالْإِطْنَابِ * كَـ(الْزَمْ رَعَاكَ اللهُ قَرْعَ الْبَابِ)
kebalikan ijaz disebut ithnab, seperti: Tetaplah kamu, semoga Allah memeliharamu, akan mengetuk pintu (ke hadirat Allah).
يَجِيءُ بِالْإِيضَاحِ بَعْدَ اللَّبْسِ * لِشَوْقٍ اوْ تَمَكُّنٍ فِي النَّفْسِ
ithnab itu untuk menjelaskan sesudah terjadi kekeliruan, untuk Kerinduan, atau untuk supaya memberikan kemantapan dalam hati
وَجَاءَ بِالْإِيغَالِ وَالتَّذْيِيِلِ * تَكْرِيرٍ اعْتِرَاضٍ اوْ تَكْمِيلِ
يُدْعَى بِالِاحْتِرَاسِ وَالتَّتْمِيمِ * وَقَفْوِ ذِي التَّخْصِيصِ ذَا التَّعْمِيمِ
ithnab itu juga untuk ighol, tadzyiil, takriir, i’tirodh atau takmiil, yang disebut dengan ihtiros dan tatmim, dan untuk mengikutkan yang khusus kepada yang umum
وَوَصْمَةُ الْإِخْلالِ وَالتَّطْوِيلِ * وَالْحَشْوِ مَرْدُودٌ بِلَا تَفْصِيلِ
Tanda kesalahan, memanjangkan kalam. Hasywu (sisipan kalam) ditolak tanpa diperinci
Post a Comment