Apakah Kotoran Cicak Najis?
Cicak adalah hewan yang hidup di lingkungan sekitar manusia seperti di rumah, mushalla, masjid, dll. Hal ini tidak jarang menimbulkan masalah karena kotorannya yang menganggu. Karena sebagaimana dimaklumi, kotoran semua hewan yang tidak bisa dimakan termasuk najis.
Lalu, Apakah Kotoran Cicak adalah najis?
Jawaban:
Ya, benar, kotoran atau tai cicak adalah najis. Tetapi, najis yang dihukumi ma’fu (dimaafkan) jika terkena pada pakaian dan badan, tidak pada air dan makanan.
Alasannya karena cicak termasuk dalam kategori hewan yang tidak memiliki nafs (baca: darah) yang mengalir. Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Hasyiyah Qolyubi juz 1 halaman 209:
(عن قليل دم البراغيث) ومثله فضلات ما لا نفس له سائلة. قال شيخ شيخنا عميرة ومثله بول الخفّاش، كما في شرح شيخنا ورجّح العلّامة ابن قاسم العفو عن كثيره أيضا. قال وذرقه كبوله، وقال تبعا لابن حجر، وكذا سائر الطّيور، ويعفى عن ذرقها وبولها، ولو في غير الصّلاة على نحو بدن أو ثوب قليلا أو كثيرا رطبا أو جافّا ليلا أو نهارا لمشقّة الاحتراز عنها فراجعه مع ما ذكروه في ذرق الطّيور في المساجد
"(Dimaafkan) sedikit darah kutu, begitu juga yang keluar dari tubuh (kotoran) hewan yang tidak memiliki nafs (baca: darah) yang mengalir. Syaikhuna 'Amirah berpendapat, begitu juga kencing kelelawar. Imam Ibnu Qasim menguatkan pendapat dimaafkan kencing kelelawar yang banyak. Imam Ibnu Qasim berpendapat bahwa kotoran kelelawar sama halnya seperti kencingnya, pendapat beliau ini mengikuti Imam Ibnu Hajar, dan hal ini sama dengan jenis burung yang lainya. Kotoran dan air kencingnya hukumnya dima’fu meskipun itu terjadi dalam selain shalat seperti terkena pada badan atau baju, baik najisnya sedikit atau banyak, basah ataupun kering, dan malam atau siang dikarenakan sulit untuk menjaganya, dan apa yang telah tertuturkan tadi itu hukumnya sama (dima’fu) dengan kotoran burung yang berada di dalam masjid.”
Mayoritas ulama berpendapat bahwa cicak adalah hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir, Imam An Nawawi, dalam kitab Majmu' Syarah Muhadzab mengatakan sebagai berikut:
وَأَمَّا الْوَزَغُ فَقَطَعَ الْجُمْهُورُ بِأَنَّهُ لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ: مِمَّنْ صَرَّحَ بِذَلِكَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ فِي تَعْلِيقِهِ والبندنيجي والقاضى حُسَيْنٌ وَصَاحِبُ الشَّامِلِ وَغَيْرُهُمْ وَنَقَلَ الْمَاوَرْدِيُّ فِيهِ وَجْهَيْنِ كَالْحَيَّةِ وَقَطَعَ الشَّيْخُ نَصْرٌ الْمَقْدِسِيُّ بِأَنَّ لَهُ نَفْسًا سَائِلَةً
“Adapun cicak, maka para jumhur ulama (Syafi’iyyah) berpendapat bahwa ia termasuk hewan yang tidak mengalir darahnya. Diantara yang menegaskan hal tersebut adalah Syaikh Abu Hamid dalam Ta’liq-nya, Al Bandaniji, Al Qadhi Husain, penulis kitab Asy Syamil, dan selain mereka. Dan dinukil dari Al Mawardi bahwasanya dalam hal ini ada dua pendapat, sebagaimana ular. Dan Syaikh Nashr Al Maqdisi menguatkan bahwa cicak itu memiliki darah yang mengalir” (al-Majmu’, 1:129)
Jadi, kesimpulannya adalah kotoran cicak adalah najis yang dimaafkan jika terkena pada pakaian atau badan. Wallahu 'Alam bisshawab.
Post a Comment