Turi Droe Keu Droe (Aceh Krisis Identitas)
26
desember 2004
tepat pada hari minggu ke aceh tertuju mata dunia,sebuah ujian dari allah
datang menimpa negeri seramoe mekah .beduyun-duyun manusia datang dengan alasan kemanusian dari berbagai
belahan bumi ketika tsunami menghilangkan 180.000 nyawa .sesungguhnya keadaan serupa pernah terjadi
berabad-abad yang lalu, kala itu Aceh menjadi pusat studi islam di asia
tenggara , tidak
mengherankan bahwa Aceh pernah
merasakan
puncak masa kejayaan dengan
kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, politik, budaya, pemerintahan
dan keamanan. Aceh saat itu telah menjadi sebuah wilayah di Nusantara dan
AsiaTenggara yang sangat kosmopolit. Artinya, Aceh saat itu telah menjadi
sebuah negeri pergaulan antar budaya bangsa yang sangat global.
Aceh bak mata donya
Lonceng Cakra Donya yang berada
di Museum Aceh di banda aceh yang diberikan laksamana Cheng Ho yang di utus
oleh kaisar Cina kepada kesultanan Samudra Pasai padatahun 1405 menjadi bukti
sejarah hubungan baik antara dua kerajaan yang berbeda.nama Cakra Donya sendiri
diambil dari nama armada perang Sultan Iskandar Muda dari kerajaan Aceh
Darussalam setelah kerajaan Samudra Pasai ditaklukkan oleh Sultan Iskandar Muda.
Penjelajah dunian laksamana Cheng
Ho, menurut catatan Ma Huan yang ikut serta dalam rombongan Cheng Ho ,
lebih dari empat kali singgah di Aceh. Pada saat itu Ma Huan menyaksikan
bandar-bandar yang paling ramai di Aceh adalah Samudra Pasai, Pedir, dan Bandar Lambri. Informasi Ma
Huan ini menerangkan bahwa sejak abad ke-14 M Aceh sudah menjadi daerah yang terkenal dan terbuka luas bagi berbagai bangsa di dunia.
Penjajah Belanda menyebut, “Orang Aceh pergi
ke medan perang seperti pergi ke pesta perkawinan.”maka tak heran aceh adalah satu-satunya daerah di
nusantara yang tak bisa ditaklukan belanda,sampai-sampai belanda mendirikan
rumah sakit jiwa di sabang karena menganggap orang Aceh “pungo”(gila) disebabkan
aksi ekstrim orang Aceh menyerang kem pertahanan belanda secara perseorangan(individual)
dengan hanya bermodalkan rencong. “Aceh pungo”( Aceh Moordern) akan selalu diingat sebagai
kasus paling fenomenal dan ekstrim yang menjadi
catatan penting dan kenangan pahit bagi Belanda
dalam sejarah perang Aceh-Belanda.
Faktanya fenomena Aceh pungo
bukanlah aksi brutal karena kelainan jiwa ataupun tekanan keadaan (stress),
tapi karena pengaruh hikayat ”Prang Sabi” yang
membuat masyarakat Aceh waktu itu tak takut mati atas dasar agama islam.ini
membuktikan masyarakat Aceh sangat fanatik agama dan kuatnya pengaruh agama
dalam kehidupan masyarakat.
Bendera “Alam Peudeung” dan meriam
besar “Lada Secupak” merupakan kenagan indah kedekatan hubungan Aceh dengan khalifah
Ottoman Turki.bendera Turki yang merupakan cikal bakal bendera Alam Peudeung
adalah lambang perlindungan bagi rakyat Aceh dari sultan Turki dengan
memberikan bantuan militer kepada Aceh untuk mengusir penjajahan Portugis.
Seorang penjelajah muslim bermana
Ibnu Batutta yang dikagumi dunia timur dan barat,kehebatannya melebihi Marco
Polo pernah singgah di Aceh pada tahun 1345.tepatnya di Samudra Pasai –
kerajaan islam pertama di Nusantara pada abad ke 13.ia menetap di bumi Seuramoe
Meukah selama 15 hari.
Dalam
catatan perjalanannya, Ibnu Battuta melukiskan Samudera Pasai dengan begitu
indah. ''Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,''
tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan penjelajah kondang asal Maroko
itu mendapat sambutan hangat dari para ulama dan pejabat Samudera Pasai.
Selama di Samudra Pasai Ibnu
Batutta sangat mengagumi Sultan
Mahmud Malik Al-Zahir penguasa Samudera Pasai pada waktu itu.ia mengisahkan ''Sultan Mahmud Malik Al-Zahir
adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya
sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan
kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat
keadaan rakyatnya,''
Ibnu Batutta menuturkan selama
perjalanannya mengarungi lautan dan menjelajah daratan ia telah bertemu dengan
tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa,salah satunya adalah Raja Malik Al-Zahir yang dinilainya
berilmu pengetahuan luas dan mendalam.
Sejarah membuktikan bangsa Aceh
adalah sebuah bangsa di ujung pulau Sumatra yang suka berperang sebagai pejuang
(the warrior) membela bangsa dan agama yang mengawal pintu gerbang perairan paling
sibuk di dunia yaitu Selat Malaka.dalam sejarah perkembangan bangsa-bangsa Asia
Tenggara Aceh di kenal sebagai Tthe Balcony Of Mecca (Serambi Mekkah).
Hubungan baik dengan cina dan turki membuktikan Aceh telah
dikenal sebagai sebuah kerajaan yang bermartabad di mata dunia.kenangan pahit
belanda di bumi Serambi Mekkah membuktikan Aceh tak pernah bisa di
taklukkan.penjelajah dunia Ibnu batutta mencatat aceh sebagai sebuah negeri yg
indah dan dipimpin oleh seorang sultan yang ‘alim dan bijaksana.hingga aceh
tercata sebagai salah satu kerajaan islam terbesar di dunia yaitu kerajaan
Maroko di Afrika Utara, kerajaan Turki Usmaniyah
di Asia Kecil, kerajaan Agra di Anak
Benua India, kerajaan Isfahan dan Kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara.
Kita sekarang tidak membahas
tentang kejayaan kerajaan Samudra Pasai ataupun Aceh Darussalam tapi kita
tengah merenungkan kembali betapa hebatnya peradaban kita dulu sebagai bangsa
Aceh.majunya sebuah peradaban dapat dilihat dari mata uangnya,baik kerajaan
Samudra Pasai maupun Aceh Darussalam sama-sama menggunkan mata uang “Deureuham”
yang terbuat dari emas.ini menunjukkan bahwa bila sebuah negeri telah dapat
mengeluarkan mata uang yang terbuat dari emas dapat diartikan bahwa penduduk
negeri itu telah mencapai tingkat kemajuan perdaban yang luar biasa.
Tuwoe Droe Keu Droe
Namun setelah invasi belanda dan
jepang berakhir,Aceh seakan-akan lupa diri bahwa ia adalah sebuah Negara yang
merdeka,kembali kepada asalnya sebagai sebuah bangsa yang merdeka seperti sebelum Belanda dan jepang datang.Aceh
malah larut dalam janji-janji manis presiden pertama RI.dan untuk ke tiga
kalinya aceh kembali di jajah setelah penjajahan Jepang dan Belanda.
Tetapi penjajahan kali ini
bersifat ”Peu Ngeut” (membodohi /menipu).Dalam pergaulan
dengan Indonesia,seumeunget(penipuan) pertama dilakukan oleh
Proklamator RI, Soekarno, yang bersimpuh di hadapan Teungku Muhammad Daud
Beureueh di Hotel Aceh, Banda Aceh, pada awal proklamasi, kemudian disusul
penipuan lain melalui pemberian gelar “Daerah Istimewa”, “Daerah Modal” dan
sejumlah kata manis lainnya dari elite Jakarta.nyatanya sekarang gelar yang sudah adapun telah hilang,seingat penulis
daerah Aceh dulu bernama Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau yang biasa di
singkat dengan NAD tapi sekarang telah berubah menjadi Provinsi Aceh.
Pada babak berikutnya, “Bapak Reformasi”
Amien Rais, pernah melontarkan iming-iming negara federal sebagai win-win
solution untuk Aceh yang menuntut merdeka. Begitu juga Presiden RI ke-4, KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), juga pernah mengiming-imingi peluang pelaksanaan
referendum untuk Aceh sebagaimana Timor Timur. Ucapan Gus Dur yang sangat
populer dan sempat dipajang di baliho di Banda Aceh adalah “Kalau ada
referendum di Timor Timur, mengapa tidak boleh di Aceh? Itu kan tidak adil
namanya.” Statemen-statemen elite Nasional itu sempat menghibur pejuang GAM,
aktivis referendum dan rakyat Aceh secara umum.
sungguh cukup kenyang rakyat aceh
menikmati penipuan-penipuan Indonesia,sehingga rakyat Aceh menuntuk
kemerdekaanya kembali sabagai sebuah bangsa yang bermartabat bak mata donya.
Sekarang mungkin
kita(rakyat Aceh) mulai lupa siapa kita sebenarnya dalam peradaban
internasional dan tujuan kita sebagai umat Islam sejati,
yang benar-benar menyerahkan dirinya kepada Allah sang Maha Pencipta.dan kita mulai lupa dasar Negara kita
yaitu Qanun Al-Asyi atau Meukuta Alam yang cukup sempurna di zamannya sehingga
banyak negeri-negeri tetangga seperti , India, Arab, Turki,
Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok meniru qanun Aceh tersebut.
Seorang ahli sejarah bernama Haji
Muhammad menulis;
“…
Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei
(sekarang Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sultan bernama
Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengambil
pedoman-pedoman untuk peraturan negerinya dengan berterus terang mengatakan
mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.”
wassalam.
-Teungku Muhammad Sarayulis Aron-
Post a Comment